Tidak semua orang dilahirkan untuk menjadi tangguh.
Mungkin sejak kecil kita sudah sering mendengar nasihat bahwa untuk mendapatkan hasil yang kita inginkan, kita harus berkerja keras dan pantang menyerah. Tidak ada yang salah dengan nasihat tersebut, itu adalah nasihat yang baik. Dari nasihat-nasihat semacam itu kita menanamkan dalam pikiran kita bahwa lebih baik kita berusaha daripada menyerah. Hingga pada suatu titik kita kembali bertanya pada diri sendiri: apakah aku harus berhenti atau melanjutkan?
Sebelum kalian melanjutkan, ini hanyalah sebuah opini yang muncul dari kepala seorang remaja yang menganggap hidupnya tidak baik-baik saja. Kalian boleh setuju ataupun tidak. Kalian boleh menilaiku sesuka kalian.
Apakah menyerah adalah hal yang salah?
Menyerah adalah salah satu dari dua pilihan: berusaha dan menyerah. Tanpa melihat konteks kasusnya, jika menyerah adalah sebuah kesalahan, maka berusaha adalah sesuatu yang benar. Bila ada pilihan yang memiliki nilai benar dan salah, menurutku itu bukan lagi sekadar pilihan, tapi sebuah penilaian. Jika kita setuju bahwa menyerah adalah hal yang salah, bagaimana dengan menyerah dalam melakukan hal buruk? Apakah salah? Karena pilihan merupakan sebuah alternatif, kita tidak sepantasnya memberikan nilai benar salah ke dalam sebuah pilihan tanpa memahami konteks kasusnya. Jika kita sepakat bahwa berusaha dan menyerah adalah sebuah pilihan, sebuah alternatif solusi, maka tidak ada yang benar atau salah di antara berusaha dan menyerah. Setelah memikirkan hal ini, muncul pertanyaan lain dalam pikiranku.
Apakah berusaha dan menyerah adalah hal yang sama?
Kalau aku disuruh menjawab dengan cepat, jawabannya adalah berbeda. Kita tidak bisa menyamakan berusaha dengan menyerah. Namun kenapa? Aku tidak tahu, rasanya seperti sudah ada pemikiran di dalam kepalaku yang mengatakan bahwa berusaha lebih baik daripada menyerah. Sama seperti pemikiran bahwa menggunakan tangan kanan lebih baik daripada tangan kiri. Kalau dipikir lagi, apa salahnya tangan kiri hingga dianggap lebih buruk daripada tangan kanan? Hal tersebut seperti sebuah kesepakatan tidak tertulis yang harus kita terima begitu saja.
Kembali ke pertanyaan kenapa aku menganggap berusaha lebih baik daripada menyerah. Mungkin saja ini adalah stigma yang coba ditanamkan masyarakat bahwa berusaha lebih baik daripada menyerah. Sebenarnya dari mana pemikiran tersebut bisa muncul? Menurutku, mungkin hal tersebut muncul dari pengalaman-pengalaman orang terdahulu. Jika kita perhatikan orang-orang yang berhasil, pasti mereka memiliki kisah perjuangan yang sangat hebat. Namun kisah-kisah yang banyak diceritakan biasanya terlalu heroik hingga terlihat tanpa cacat. Mungkin saja seseorang tersebut pernah mengalami momen di mana dia menyerah untuk melakukan sesuatu, tapi hal seperti itu biasanya lemah diceritakan. Sehingga moral yang sering diambil dari kisah-kisah tersebut adalah kita harus berjuang dan pantang menyerah. Mungkin juga ada faktor-faktor lain yang aku tidak ketahui, yang jelas stigma tersebut sudah sangat kuat melekat di masyarakat. Aku tidak sepenuhnya menolak, tapi jika disuruh berpikir lebih jauh, mungkin jawabanku akan berubah.
Berusaha dan menyerah adalah hal yang sama, yang membedakannya hanyalah kondisinya. Berusaha dan menyerah sama saja dengan pilihan mau ke kiri atau ke kanan. Jika kita mengabaikan konteksnya, kedua pilihan tersebut adalah pilihan yang sama. Mungkin ada yang tidak setuju dengan analogiku. Mungkin analogi yang tepat adalah pilihan untuk maju atau berhenti. Sebenarnya sama saja. Sekali lagi, jika kita mengabaikan konteksnya, kedua pilihan tersebut pada dasarnya sama. Pilihan hanyalah pilihan. Namun jika kita menambahkan kondisi-kondisi tertentu ke masing-masing pilihan, hal tersebut akan menjadi rumit. Misalnya jika kita maju kita akan berhadapan dengan sekelompok pembunuh, jika kita tidak maju, sekelompok pembunuh itu akan mendatangi kita. Bisa jadi kedua pilihan tersebut berakhir dengan kondisi yang sama, tapi bisa juga berbeda 180 derajat.
Pada kebanyakan kasus yang kita sadari, berusaha memberikan lebih banyak kemungkinan pilihan, tapi menyerah biasanya memberikan sedikit kemungkinan. Namun itu untuk kasus-kasus yang kita sadari. Kenapa?Mungkin karena stigma yang sudah tertanam di kepala kita, sehingga kita mengabaikan kasus-kasus di mana orang memilih untuk menyerah dan melakukan hal lain. Kita hanya melihat kasus orang-orang yang mau berusaha dan orang-orang yang menyerah tapi pada akhirnya berhasil. Mungkin juga karena kita lebih memilih untuk berusaha sehingga kita hanya mengetahui pilihan-pilihan yang muncul saat kita tengah berusaha. Sedangkan pilihan yang muncul saat kita menyerah jarang sekali kita bayangkan. Padahal setiap pilihan akan menciptakan pilihan yang lain dan pilihan yang lain itu akan menciptakan pilihan yang lainnya lagi, terus tak terhingga.
Kita tidak bisa dengan mudah mengatakan bahwa berusaha lebih baik daripada menyerah. Jika sudah memiliki kondisinya masing-masing, pendapat tentang baik-buruk tersebut bisa saja berubah.
Kenapa aku membahas hal ini?
Aku pernah berdiskusi dengan beberapa teman mengenai hal ini. Dari diskusi tersebut aku mendapatkan hal baru. Kita boleh saja menganggap berusaha tidak sama dengan menyerah ataupun sama saja. Namun kita juga harus tahu bahwa menetapkan hati untuk memilih menyerah tidaklah semudah mengucapkannya. Karena berusaha adalah hal yang sewajarnya kita lakukan, hal tersebut tidak lagi menjadi sesuatu yang istimewa. Namun menyerah adalah hal terakhir yang kita pikirkan, bahkan sering kali kita tidak memikirkan pilihan untuk berhenti atau menyerah saat kita mengambil sebuah keputusan. Kadang kita terlalu memperhatikan pendapat orang lain sehingga kita lupa untuk melihat kapasitas diri sendiri. Kita baru sadar saat pilihan yang kita ambil terasa lebih berat daripada yang kita bayangkan di awal.
Aku merasa banyak dari teman-temanku dan kadang diriku sendiri masih saja melakukan hal-hal yang kami sendiri tidak tahu untuk apa, tapi tetap melakukannya hanya karena alasan berusaha. Aku hanya ingin menjadikan tulisan ini sebagai catatan pengingat bahwa pilihan yang kita hadapi tidak sesederhana belok kiri atau kanan.
Manusia adalah hal yang rumit. Pilihan yang kita hadapi menjadi semakin rumit karena kitalah yang melakukannya. Cara kita berpikir adalah hal yang sangat berguna sekaligus berbahaya jika kita tidak menyadarinya.
Bandung, 11 Maret 2018
Remaja yang Merasa Tidak Baik-Baik Saja.